Indonesia bak juara Piala Asia. Setelah menuntaskan dahaga prestasi selama 22 tahun, timnas U-19 lagi-lagi ‘berulah’. Kali ini Korsel yang menjadi korban. Macan asia tersebut dilibas dengan skor 3-2. Kemenangan yang dipersembahkan Evan Dimas cs lewat aksi taktis dibalut dramatis.
Dahaga 22 tahun terbayar dalam hitungan bulan. 2 prestasi mampu ditoreh: juara AFF sekaligus lolos ke babak final piala Asia di Myanmar. Kemenangan yang patut disyukuri di tengah gemerlapnya kasus korupsi.
Jujur, dahaga memupus. Sekian lama kita tidak mendengar prestasi timnas. Berita (baik) timnas sepakbola kita agaknya telah lama pudar. Bila pun ada, lebih pada lakon pemainnya yang menjadi bintang iklan sosis atau pacaran dengan artis.
Saya memang berharap timnas kita menang—seperti optimisme Roy Suryo yang berujar bahwa kita bermain di atas rumput bukan di atas kertas. Tapi saya tidak membayangkan timnas U-19 ini dapat menghadirkan sesuatu yang luar biasa. Permainan indah dari kaki ke kaki, penuh percaya diri, tak mudah gugup, dan yang pastinya pantang menyerah—kecuali pada 5 menit terakhir.
Di balik itu semua, ada satu nama berpengaruh yang patut kita beri tinta tebal: Indra Sjafri. Ya, seperti Arsene Wenger, Indra Sjafri mampu menyulap strategi kreatif sepanjang 90 menit pertandingan. Ia memilih dengan tepat pemain yang mampu menerjemahkan strateginya. Saya yakin bila muka pemain diblur, kita mungkin mengira tim Arsenal yang sedang bermain. Salut!
Dream team ini harus dipertahankan, setidaknya dalam waktu 5 tahun ke depan. Tak boleh lagi ancaman ‘layu sebelum berkembang’ menyerang mereka. Layu yang disebabkan publisitas, mismanajemen PSSI, atau faktor kesejahteraan.
Kini episode baru telah dimulai...
“Ya Allah, lindungilah Evan Dimas dan kawan-kawan dari godaan sosis, rayuan artis, dan hujanan publikasi. Berikanlah mereka kesempatan memberi kebahagiaan pada kami, Indonesia kami, sekali lagi. Berkali lagi. Aamiin.”
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda.