23 Mei 2013

Jokowi; Dari Blusukan, Lelang Jabatan hingga Presiden 2019

Benarkah sosok Jokowi hanyalah tren sesaat? Demikian terlintas di benak melihat euforia Jokowi yang demikian besar. Dukungan media ditambah viral (sosial) marketing mungkin takkan bertahan lama—tiga bulan sudah cukup rasanya, bila figur yang dijual tidak otentik. Cenderung abal-abal.

Gubernur DKI Jakarta
Jokowi diserbu jamaah usai Jum'atan di masjid sekitar Tanjung Priok pertengahan April lalu. Saya mengabadikannya via HP.

Saya meyakini bila semata pencitraan—dengan dukungan tim online di balik layar—maka wangi Jokowi tentu tidak semerbak lama. Saya sendiri menulis sosok ini pertama kali pada bulan Mei 2011. Dua tahun lampau. Saya ingat, Mata Najwa mengangkat figur yang keliatan aneh bila dibanding pejabat kebanyakan. Aneh karena berarti apa yang dibuatnya tidak biasa di mata masyarakat, atau hanya di mata saya saat itu.

Blusukan atau safari politik menjadi trademark Jokowi. Blusukan Jokowi ini menjadi tonggak berakhirnya pencitraan media lewat baliho, iklan satu halaman di media cetak, iklan jor-joran di TV. Gelontoran uang beralih pada gelontoran perhatian langsung kepada konstituen. Saya berani mengatakan Jokowi telah memulai era baru.


Mungkin saya tidak perlu membahas lagi berbagai terobosan dan keanehan lain yang dilakukan Jokowi.  Anda bisa mengikuti beberapa tulisan saya tentang Jokowi di sidebar samping atau googling saja. In Google we trust. :)

Resistensi bukannya tidak datang: Kartu Jakarta Sehat, penolakan MRT, penggusuran (atau penggeseran) warga waduk Pluit, bahkan Ruhut Sitompul yang menggugat profesi tukang mebel Jokowi bila kelak nyapres. Jokowi must go on.

Baiklah. Mari lupakan hal-hal yang buang energi, lebih baik fokus kepada aksi konkret Jokowi yang semoga menular ke daerah lainnya.

Lelang Jabatan
Sempat kontroversi karena ada kata lelang-nya. Kata lelang yang sebenarnya bebas nilai kadung teracuni oleh praktek percaloan. Namun Jokowi bergeming, ia bebas kepentingan. Sistem dari Baperjakat yang tertutup dan penuh aroma kolusi ia pangkas. Para camat dan lurah harus bersaing secara terbuka untuk menjadi pelayan bagi masyarakat yang dipimpinnya. Meski ada satu lurah menolak, tapi untunglah berbalik khilaf.

Kedepannya mungkin Kepala Dinas harus juga diperlakukan serupa. Jadi profesionalitasnya dapat diuji, tahap selanjutnya mereka membuktikannya kinerjanya ke tengah masyarakat.
Lelang jabatan ini kini mulai menular. Kaltim setahu saya mulai hendak menirunya.

Kekuasaan tanpa Kekerasan
Ini betul-betul fenomena. Dulu saat di Solo, Jokowi berhasil memindahkan ratusan pedagang dengan diplomasi meja makan. Kini resep serupa diuji lagi di Jakarta. Sebagai gubernur, Jokowi menghadapi kompleksitas permasalahan yang kian berlipat. Di waktu dekat, waduk Pluit sudah menunggu. Karena semuanya urusan perut, maka pendekatan meja makan Jokowi tampaknya manjur. Lagi.

Bila formulasi ramuan Jokowi ini sukses maka kita bolehlah bermimpi kelak Indonesia tidak butuh kehadiran Satpol PP. Kerja Satpol PP hanya sekedar memberi info Perda terbaru kepada masyarakat. Tidak lebih!

Anti Korupsi Tak Hanya dengan "Katakan Tidak"
Saya punya ide nyeleneh dan Jokowi pasti agak bingung: setuju atau tidak. Setelah percakapan beberapa koruptor dibuka KPK—mutakhir antara LHI dengan AF. Malu rasanya melihat percakapan mereka yang tak beda jauh dengan kita. Meski sama-sama manusia, hendaknya mereka ingat bahwa tak semua yang dilakukan Semut boleh dilakukan oleh Gajah.

Kedepannya, saya berpikir, mengapa KPK tidak membuka percakapan para tokoh bersih—Jokowi misalnya. Saya yakin, Jokowi atau Ahok kerap digoda oleh beberapa pengusaha (hitam atau abu-abu). Apalagi sebagai pemimpin Jakarta yang merupakan tempat beredarnya 70 % uang di Indonesia. Nah, bila transkrip percakapan itu dibuka, (semoga) penolakan Jokowi dapat menjadi inspirasi pemimpin lainnya untuk melakukan hal serupa. Saya berasumsi Jokowi kerap menolak permintaan, iming-iming, dan tawaran kolutif. Semoga demikian. Ya, semoga.

Semoga pula dukungan tersirat Gerindra dan PDIP dapat terus dipupuk dan membesar pada waktunya: (Calon) Presiden 2019. Bukan 2014, karena saya masih berharap Jokowi dapat membuktikan kapasitasnya di Jakarta dulu. Bila Jakarta beres, Indonesia bereslah jua. Semoga, lagi-lagi.

4 Please Share a Your Opinion.:

  1. Blusukan yang dilakukan Jokowi, kan setelah dia jadi Gubernur DKI beberapa bulan lalu. Padahal, Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah melakukannya sejak dia menjadi Dirut PLN sekitar tiga tahun lalu hingga saat ini sebagai Menteri BUMN. Kenapa kok yang menonjol Jokowi sebagai sosok blusukan????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, blusukan bagi mereka berdua bukan 'sekedar' pencitraan mas, tapi sudah mendarah dan mendaging. :) bila sempat, boleh lihat lagi sidebar di samping, beberapa tulisan tentang beliau, atau link ini http://politik.kompasiana.com/2012/12/25/man-of-the-year-2012-jokowi--513833.html

      Hapus
  2. Ane dukung jokowi jadi presiden!

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar anda.