20 Oktober 2008

Laskar Pelangi


Awalnya, saya tidak berani membayangkan seperti apa film ini. Dengan sejuta kenangan masa kecil dan liukan imajinasi Andrea Hirata, novelnya begitu memukau. Ditambah “keanehan” pada saat penggarapan, novel ini layak mendapat apresiasi setinggi pelangi. Bayangkan, Andrea pergi ke kuburan tengah malam, demi mendapat efek ngeri dalam penulisan naskahnya; Ia rela bolak-balik Jakarta-Belitong untuk membangkitkan kembali memori masa kecil; Lebih gila lagi, ia hanya butuh waktu 3 minggu untuk menyelesaikan novel setebal 500-an halaman tersebut. Kalau ia teruskan kegilaan tersebut, mungkin rekor Harry Potter-nya JK Rowling lewaaat. :)
Dengan segala keajaiban penggarapan novel tersebut, saya tidak berharap filmnya mampu menyuguhkan dengan baik versi visual Laskar Pelangi. Selain saya sendiri telah mempunyai scene spesial Laskar Pelangi dalam benak. Ternyata, saya keliru!
Jujur, ditengah booming film nasional bertema horor, seks dan mistis, tidak ada satu pun yang mampu menggugah saya. Meski sedikit, saya mencatat ada beberapa film yang mampu mengobati kerinduan. Dan itu akan saya tonton. Pasti! Terbukti, hanya 2 film saja yang mampu menyeret saya menaiki eskalator ke lantai 3 menuju 21. Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi. Minus Naga Bonar Jadi 2 yang kelewat. Tapi udah saya lahap lewat VCD bajakan. :)
Meski tidak berharap filmnya akan sebagus novelnya, saya dan istri tetap melangkah ke twenty one dengan bahagia. Belum lima belas menit film berlalu, saya kecele. Film garapan Mira Lesmana+Riri Riza ini malah, menurut saya, betul-betul menyempurnakan novelnya. Wuih, setting, pengambilan angle, dan akting aktor ciliknya begitu memukau. Hingga detik terakhir, atmosfir ceritanya terjaga. Meski ada sedikit ketidakpuasan akibat ”lompatan” Flo saat scene Tuk Bayan (Iya, mungkin kalo gak ”melompat”, durasi filmya bisa 5 jam-an kali. Nontonnya sambil guling-guling, kayak di rumah.) :) Juga dahsyatnya kisah cinta Ikal dan Aling. Sebegitu terpesonanya Ikal pada kuku Aling terasa berlebihan. Saya jadi teringat "kisah cinta" Ipin dan Upin pada ayam goreng. Waaah sedapnyee Pin. hehehe.
Secara keseluruhan, penonton bisa menangis dan tertawa dengan beralasan. Tertawa bukan karena lelucon slapstick, dan menangis bukan karena kecengengan yang kadang tidak cerdas. (Ntah gimana nangis yang cerdas?)
Luar biasa! Film ini begitu alami. Sealami seleksi pemerannya yang menabukan artis ngetop. Alih-alih membuka audisi di Jakarta, kru film diboyong penuh mencari bakat terpendam di Belitong. Hasilnya sekali lagi: Luar biasa. Terutama akting Ikal, Lintang dan Mahar. Ups, ditambah Bu Mus tentunya. ”Bu Mus” tidak kelihatan Cut Mini-nya. Hehehe.
Ada beberapa catatan yang menambah ”kuat” filmnya.
- Beruntung film ini berangkat dari sebuah novel legendaris, jadi penonton loyalisnya sudah menanti. Ayat-ayat Cinta trendsetter-nya.
- Kutipan-kutipannya begitu ”kena”. Simak kata-kata berikut:
"Pak Arfan: Memberilah sebanyak-banyaknya, jangan meminta sebanyak-banyaknya."
"Kalo gak shalat, kau harus bisa berenang boy." :)
Ikal: Aku baru saja melihat kuku paling indah sedunia.
Lintang: Memangnya kau sudah keliling dunia, Kal
- Isu yang diangkat, semoga makin menguatkan konsern Pemerintah+kita akan pentingnya pendidikan di negeri kita. Dengan anggaran pendidikan minimal 20 %, semoga tidak ada lagi Lintang-Lintang lain di negeri ini.
- Kita terbelalak akan keindahan Belitong. Belitong merupakan sampel dari keindahan yang dimiliki Indonesia. Indonesia, ya Indonesia, sungguh surga bagi pencinta keindahan alam. Mungkin setelah Belitong, akan ada film Indonesia yang mengangkat keindahan alam Indonesia dengan setting di Pantai Datok, Pasir Panjang, Danau Sentarum, Sungai Kapuas, dll. Borneo Island!
Bagi blogger yang belum menyaksikan, saya memberanikan diri untuk merekomendasikan film ini. Segeralah ke 21, sebelum 21, tutup! :)
TANCAP BOY!

Postingan ini bukan iklan atau advertorial.

3 Please Share a Your Opinion.:

  1. Anonim11:01 AM

    alhamdulillah..
    sudah nonton.
    2X !

    BalasHapus
  2. Filmnya emang keren bang :)

    BalasHapus
  3. Anonim9:36 AM

    @Easy: Saya belum... 2 kali. :) Kayaknya masih penasaran. hehehe.

    @Freddy: Benar pak. Buktinya, Andrea Hirata sampai memutuskan pensiun menulis novel. Mungkin tidak kuat menanggung beban popularitas. Lho! :)

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar anda.